LINGKARTANGERANG.COM - Dalam masyarakat Indonesia, menghitung hari sial dan baik dalam melakukan sesuatu masih kerap dilakukan, termasuk untuk menikah.
Masyarakat yang meyakininya beranggapan, jika ada pasangan yang tetap bersikeras menikah di hari sial dalam perhitungan, rumah tangganya tidak akan langgeng. Kalau pun langgeng, selalu ada musibah yang mengikuti keluarganya di masa depan.
Uniknya, hari sial atau buruk dan baik tersebut didasarkan pada hari dan tahun lahir calon mempelai hingga riwayat keluarganya.
Sesuatu yang sebenarnya tidak bisa kita berubah tetapi kadang membuat seseorang gagal menikah berkali- kali.
Bagaimana tidak? Dua orang yang sudah berniat baik akan menikah harus mengundurkan diri karena dianggap tidak cocok disatukan berdasarkan hari lahirnya.
Baca Juga: Hari Sial dan Baik untuk Nikah, Bagaimana Menurut Islam? Ini Kata Buya Yahya
Buya Yahya pun menjelaskan tentang perhitungan hari baik dan buruk dalam menikah tersebut.
Buya Yahya Sebut Ilmu Perdukunan
Dalam salah satu kajian online yang diasuhnya beberapa hari lalu, Buya Yahya menjelaskan fenomena perhitungan hari sial dan baik saat akan menikahkan kerabat di masyarakat tertentu.
Mereka menghitungnya berdasarkan 5 hari yang ada dalam hitungan Jawa: Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Selain hari dan tahun lahir mempelai, kematian orang terdekat seperti ibu juga menjadi patokan. Saat meninggalnya disebut hari sengsara dan tidak boleh digunakan sebagai waktu pernikahan.