Hari Sial dan Baik untuk Nikah, Buya Yahya: Ilmu Perdukunan

16 April 2024, 11:46 WIB
Buya Yahya sebut perhitungan hari sial sebagai ilmu perdukunan. /Tangkapan layar kalan YouTube Al Bahjah TV/

LINGKARTANGERANG.COM - Dalam masyarakat Indonesia, menghitung hari sial dan baik dalam melakukan sesuatu masih kerap dilakukan, termasuk untuk menikah.

Masyarakat yang meyakininya beranggapan, jika ada pasangan yang tetap bersikeras menikah di hari sial dalam perhitungan, rumah tangganya tidak akan langgeng. Kalau pun langgeng, selalu ada musibah yang mengikuti keluarganya di masa depan.

Uniknya, hari sial atau buruk dan baik tersebut didasarkan pada hari dan tahun lahir calon mempelai hingga riwayat keluarganya.

Sesuatu yang sebenarnya tidak bisa kita berubah tetapi kadang membuat seseorang gagal menikah berkali- kali.

Bagaimana tidak? Dua orang yang sudah berniat baik akan menikah harus mengundurkan diri karena dianggap tidak cocok disatukan berdasarkan hari lahirnya.

Baca Juga: Hari Sial dan Baik untuk Nikah, Bagaimana Menurut Islam? Ini Kata Buya Yahya

Buya Yahya pun menjelaskan tentang perhitungan hari baik dan buruk dalam menikah tersebut.

Buya Yahya Sebut Ilmu Perdukunan

Dalam salah satu kajian online yang diasuhnya beberapa hari lalu, Buya Yahya menjelaskan fenomena perhitungan hari sial dan baik saat akan menikahkan kerabat di masyarakat tertentu. 

Mereka menghitungnya berdasarkan 5 hari yang ada dalam hitungan Jawa: Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Selain hari dan tahun lahir mempelai, kematian orang terdekat seperti ibu juga menjadi patokan. Saat meninggalnya disebut hari sengsara dan tidak boleh digunakan sebagai waktu pernikahan.

Buya Yahya mengingatkan, dalam Islam, seindah-indahnya pernikahan adalah yang paling mudah, tidak dipersulit. Penentuan hari tinggal mengikuti kesempatan yang dimiliki kedua calon mempelai dan keluarga. Itu berarti bisa Senin sampai Minggu.

"Seindah-indah pernikahan adalah yang paling mudah," ingat Buya Yahya sebagaimana dikutip LingkarTangerang.Com dari Kanal YouTube Buya Yahya Sabtu, 14 April 2024.

"Jangan meyakini bahwa ini hari baik, ini hari naas, hari sengsara. Enggak bisa semacam itu," tambahnya.

Baca Juga: Buya Yahya Bicara Puasa Syawal: Jangan Ikuti Hawa Nafsu

Selanjutnya, Pengasuh Pondok Pesantren Al Bahjah di Cirebon tersebut mengajak kita untuk tidak perlu mempercayai hal-hal yang demikian. Menurutnya, itu hanya sekadar hitungan manusia, tidak perlu dihubung-hubunhkan dengan nasib dan takdir masa depan.

Kalau sudah ada kesepakatan antara dua keluarga, kita tidak perlu gelisah lagi. InsyaAllah hari yang ditentukan baik. 

"Kalau sudah sepakat keluarga, jangan bikin gelisah. Sudahlah, hari yang ditentukan InsyaAllah baik " ujar Buya Yahya.

Tentu saja kita boleh meminta pertimbangan tokoh masyarakat. Namun, kalau ada yang kemudian menghitung dengan hari baik dan buruk, itu bukan ajaran Islam, meskipun yang mengatakan dianggap sebagai ulama.

"Itu ilmu perdukunan," tegas Buya Yahya.

Ustadz biasanya menyarankan hari tertentu, berdasarkan kesibukannya sebagai tokoh yang akan diundang. 

"Ustadz menentukan hari karena biasanya Ustadz-nya sibuk," jelas ulama bernama lengkap Profesor Doktor Yahya Zainal Ma'arif, Lc.

Baca Juga: Solusi Buya Yahya untuk Muslimah yang Masih Punya Utang tapi Ingin Raih Keutamaan Puasa Syawal

Buya Yahya menerangkan hal di atas bukan tanpa alasan. Dia khawatir, ramalan hari naas yang dilanggar tetapi masih dipercayai akan membuat kita suudzon dengan ketetapan Allah SWT. Nantinya di masa depan, jika terjadi masalah atau ujian rumah tangga, kita akan menyalahkan hari sial pernikahan.

"Ramalan semacam itu menjadikan orang suudzon ... Nanti akhirnya jika terjadi apa-apa, gara kita nikah hari itu," ucap Buya Yahya. ***

Editor: H Prastya

Tags

Terkini

Terpopuler