Network
LINGKARTANGERANG.COM - Kasus di Pulau Rempang masih menjadi pembicaraan masyarakat umum. Apalagi, kemarin Senin, 11 September 2023 kembali terjadi kericuhan saat aksi unjuk rasa warga bersama pendukungnya di Kantor Badan Pengusahaan (BP), Batam, Provinsi Riau.
Kericuhan di Pulau Rempang yang menyebabkan beberapa orang terluka dan dilarikan ke rumah sakit itu baru berakhir saat polisi menembakkan gas air mata ke arah pendemo. Setelahnya, sekitar 27 orang diamankan karena dinilai menjadi provokator aksi warga.
Cara polisi menyelesaikan masalah di Pulau Rempang menjadi perbincangan. Mereka dinilai tidak humanis menghadapi masyarakat yang seharusnya mendapat pengayoman.
Baca Juga: Pulau Rempang Kembali Ricuh, Sutan Mangara Harahap: Pak LBP Senang jika Investasi Ada di Kampungnya?
Pulau Rempang
Pulau yang kini berpenghuni sekitar 7.500 orang dinyatakan sebagai tempat investasi. Surat perjanjian sudah ditandatangani sejak tahun 2001 dan baru sekarang investor akan mengeksekusi lahan untuk dijadikan Rempang Eco City.
Rencananya, seluruh penduduk pulau yang termasuk wilayah Batam, Provinsi Kepulauan Riau ini akan direalokasi ke tempat lain. Hal ini yang membuat terjadi kericuhan. Masyarakat tidak mau dipindahkan dari kampung halamannya.
Dikutip LingkarTangerang.Com dari laman resmi Kemendikbud, ada beberapa suku yang mendiami pulau itu, yakni Suku Melayu, Suku Orang Darat, dan suku Orang Laut. Mereka sudah menghuni 10 persen dari pulau yang berdekatan dengan Pulau Galang sejak tahun 1800-an.
Awalnya, Rempang bersama pulau-pulau di dekatnya, seperti Pulau Galang dan Pulau Batam tidak termasuk daerah Otorita Batam, pengelola daerah industri di sana. Semuanya tergabung di Pemerintah Daerah Riau. Baru pada tahun 1992 Otorita Batam memperluas wilayahnya.
Baca Juga: Jokowi Pulang ke Tanah Air, Ali Syarief: Langsung ke Batam Bos
